Jumat, 02 April 2021

Mata Kuliah : Hukum Pajak

PRANATA PRAPERADILAN DITINJAU DARI SUDUT 

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI 

[Sumber] : Pengaturan dan Praktek Praperadilan Tindak Pidana Pajak di Indonesia

Secara umum, pranata adalah norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Adapun sifat daripada pranata yakni mengikat dan relatif lama serta memiliki ciri tersendiri yakni aturan main, tujuan, kelengkapan, symbol, umur, dan nilai.[1] Kemudian, mengenai pengertian praperadilan. Dalam  KUHAP tidak dituliskan secara jelas mengenai definisi praperadilan ini. Praperadilan merupakan bagian dari kewenangan Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU tentang: Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; Ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Adapun Pasal yang berkaitan dengan praperadilan yakni Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP.

SUDUT ONTOLOGI

Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat sesuatu yang ada. Sehingga sesuatu yang ada tersebut dapat dipercaya oleh masyarakat. Menurut Soetandyo Wigonosoebroto, aspek ontologis dalam hukum dapat dibagi menjadi 5 bagian yakni:[2]

a.      Asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal

b.      Norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan suatu negara

c.      Putusan hakim in concreto, yang tersistematisasi sebagai judge made law

d.      Pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik.

e.     Manifestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi di antara mereka.

Dari hal tersebut di atas, maka apabila dihubungkan dengan pranata praperadilan yang ditinjau dari sudut ontologi. Maka, yang dibicarakan adalah mengenai ‘apa hakikat dari keberadaan pranata praperadilan?’. Pada hakikatnya, keberadaan pranata praperadilan merupakan bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakan hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia.[3] Lebih lanjut, pranata praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP haruslah dimaknai sebagai pranata untuk menguji perbuatan hukum yang akan diikuti upaya paksa oleh Penyidik atau Penuntut Umum.

SUDUT EPISTEMOLOGI

Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang sesuatu yang ada di dalam suatu ilmu pengetahuan. Epistemologi ini pada intinya membahas tentang ‘bagaimana’ kita mengetahui apa yang kita ketahui, ‘bagaimana’ ilmu pengetahuan itu diperoleh, dan masih banyak yang lainnya. Kemudian, apabila dihubungkan dengan praperadilan ditinjau dari sudut epistemologi. Maka, yang dibicarakan dan perlu diketahui adalah mengenai ‘apa yang melatarbelakangi adanya praperadilan?’ , kemudian ‘mengapa praperadilan itu diadakan?’.

Praperadilan merupakan tiruan dari Rechter Commisaris di Negeri Belanda. Lembaga Rechter Commisaris (hakim yang memimpin pemeriksaan pendahuluan), muncul sebagai wujud dari peran serta keaktifan Hakim, yang di Eropa Tengah memberikan peranan ”Rechter Commisaris”, yakni suatu posisi yang mempunyai kewenangan untuk menangani upaya paksa (dwang middelen), penahanan, penyitaan, penggeledahan badan, rumah, pemeriksaan surat-surat.[4]

Kemudian mengenai tujuan dari dibentuknya praperadilan adalah sebagai kontrol atas jalannya hukum acara pidana dalam rangka melidungi hak-hak tersangka (terdakwa). Adapun mengenai tugasnya yakni bersifat terbatas sebagaimana yang telah diuraikan pada permulaan di atas.

SUDUT AKSIOLOGI

Aksiologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat nilai yang ditinjau dari kefilsafatan. Inti dari aksiologi ini adalah etika dan estetika. Bilamana dihubungkan dengan praperadilan ditinjau dari sudut aksiologi. Maka, yang dibicarakan adalah mengenai ‘nilai apa saja yang dapat diperoleh atau yang terkandung dalam praperadilan tersebut?’.

Adapun nilai yang terkandung diantaranya terdapat nilai agama. Yang mana dalam praperadilan ini selain dapat melindungi hak-hak asasi tersngka, juga dapat melindungi 5 pokok perkara dalam islam (maqasid syariah) yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta dimana 5 pokok perkara dalam Islam tersebut yang paling utama untuk dijaga dan dilindungi disamping hak-hak asasi tersangka yang lainnya. Kemudian terdapat pula nilai keadilan. Dimana nilai ini didapat dari pertimbangan dan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang tentunya mengandung keadilan bagi seluruh pihak yang bersangkutan di dalamnya.


Baca juga :

Praperadilan Pajak dalam Praktek

Sumber Hukum Praperadilan Perpajakan

Praperadilan Tindak Pidana Pajak Indonesia


[1] Maulana Adhi Nugraha, 2021, “Pranata”, (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pranata diakses pada 30 Maret 2021 pukul 13.56).

[2] DR. Anang Sophan Tornado, S.H., M.H., M.Kn., 2018, PRAPERADILAN: SARANA PERLINDUNGAN TERSANGKA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA, hlm. 127, (http://eprints.ulm.ac.id/6333/ diakses pada 30 Maret 2021 pukul 07.54).

[3] Mahkamah Konstitusi RI, 2021, “MK: Penetapan Tersangka Masuk Lingkup Praperadilan”, (https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10796 diakses pada 1 April 2021 pukul 16.47).

[4] Kejaksaan RI, 2016, “Pengkajian: Analisa Yuridis Terhadap Penetapan Tersangka Dalam Praperadilan”, (https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28&idsu=35&id=4185 diakses pada 1 april 2021 pukul 08.47).

TUGAS ANALISIS BERITA PAJAK TERKINI

Pengenaan Pajak Pada Transaksi Cryptocurrency [Sumber Berita] Dilansir dari salah satu platform media berita, bahwasannya Dirjen Pajak Kemen...